JawaPos.com–Monosodium Glutamat atau MSG sering kali dikenal dengan istilah penyedap rasa. Penggunaannya dianggap menambah rasa masakan menjadi lebih lezat. Jika garam dan gula harus dibatasi takaran konsumsinya setiap hari, haruskah MSG juga dibatasi?
Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) yang beranggotakan PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, PT Daesang Ingredients Indonesia, bersama-sama mengedukasi soal penggunaan MSG.
Dalam talk show dan cooking demo Pentingnya Implementasi Food Safety Bagi UMKM Pastikan Sajian Makanan Aman Dikonsumsi, Ketua Bidang Komunikasi P2MI Satria Gentur Pinandita menjelaskan beberapa fakta bahwa masih ada artikel-artikel yang berkonotasi negatif terkait MSG muncul di berbagai media. Meskipun yang cukup menggembirakan, di mulai pada 2016 tanggapan publik mengenai publikasi MSG mulai menurun.
”Hal ini menunjukkan bahwa berita-berita konotasi negatif mulai menurun meskipun masih ada, kami dapatkan pada 2021 hanya tinggal 6 persen. Inilah kami menyadari pentingnya mengedukasi media, karena dari media pula masyarakat teredukasi. Sehingga tugas kami P2MI di sini adalah memberikan informasi yang benar, yakni bagaimana penggunaan MSG ini,” ungkap Satria kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/12).
Cara Menyimpan MSG
Satria juga menerangkan bagaimana cara pengemasan produk penyedap rasa yang benar, yakni tidak boleh dikemas dengan cara dilipat bagian yang terbuka dan dibungkus dengan mengikat menggunakan karet. Satria menyarankan penggunaan produknya ketika sudah dibuka harus segera dipindahkan ke kotak penyimpanan bumbu.
Hal itu karena sebagai produk asam amino atau glutamat memiliki sifat hidroskopis yang mudah menyerap udara. Sehingga, berpotensi terkontaminasi dengan berbagai kuman-kuman.
”Diikat dengan karet gelang bisa terkena udara dan terkontaminasi kuman di sana,” tutur Satria Gentur Pinandita.
”Kemudian ketika dimasak menimbulkan masalah dan yang disalahkan pasti MSGnya, padahal salah pada cara penyimpanannya yang tidak benar,” tegas Satria.
Batasan MSG
Ahli Madya Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Mursalim mengatakan, gizi seimbang sudah seharusnya diketahui seluruh masyarakat. Sehingga, apa yang dimakan masyarakat itu sudah memenuhi kecukupan gizi.
Dia meminta konsumen memilih bahan tambahan pangan (BTP) yang alami.
”Kalau memang bisa dihindari. Namun, jika ada BTP yang alami bisa dipilih untuk lebih baik. Meskipun tak sepraktis BTP yang tidak alami. Dalam mengolah pangan itu harus diperhatikan, bahan pangan itu sendiri aman atau tidak, kedua bagaimana proses pengolahan dan yang ketiga bagaimana penyajiannya. Karena banyak yang kami temukan banyak terjadinya keracunan atau kasus itu terjadi akibat penyajian waktu yang terlewat,” ujar Mursalim.
Mursalim menjelaskan, sejauh ini belum ada artikel di manapun yang menyatakan penyedap masakan menimbulkan berbagai masalah atau kasus. Memang ada beberapa kasus namun itu biasanya terjadi pada orang yang rentan dan sensitif terhadap MSG.
Dosis atau takaran MSG, kata dia, tidak berbahaya jika dipergunakan dalam batas aturan yang telah ditentukan. Penggunaan dalam takaran terbatas dan sesuai dengan aturan yang diatur oleh Indonesia semua aman.
”Jika sudah mendapatkan izin edar maka tidak berbahaya dikonsumsi. Yang tidak sesuai itu adalah penggunaannya yang berlebihan atau tidak sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Semuanya adalah digunakan secukupnya,” ujar Mursalim.
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Sumber: www.jawapos.com