JawaPos.com – Usus besar merupakan organ tubuh di dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk mengeluarkan sisa makanan yang dicerna. Saat usus besar terserang kanker atau kanker kolorektal sejumlah gejala mulai muncul.
Dalam edukasi oleh Yayasan Kanker Indonesia bersama PT Merck Tbk, Corporate Secretary PT Merck Tbk, Melisa Sandrianti, mendorong masyarakat meningkatkan kesadaran mengenai kanker kolorektal. Hal itu demi mencegah penyakit tersebut secara dini.
“Kami melihat pentingnya deteksi dini sebagai upaya pencegahan, meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang hidup pasien,” jelasnya dalam webinar baru-baru ini.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP menjelaskan kejadian kanker kolorektal terus meningkat dan kebanyakan pasien datang ke dokter saat kondisi sudah pada stadium tinggi. Ia berharap masyarakat lebih memahami tentang faktor risiko dan gejala kanker kolorektal.
“Harus melakukan deteksi dini agar dapat terhindar dan atau sembuh dari kanker kolorektal,” kata Prof Aru.
Faktor Risiko atau Pemicu
Sejumlah faktor risiko kanker kolorektal yang perlu diwaspadai, selain riwayat keluarga, juga kebiasaan diet rendah serat namun tinggi lemak. Faktor risiko kanker kolorektal tersebut merupakan pola hidup yang dijalankan, maka tes skrining di antaranya melalui kolonoskopi penting untuk dilakukan, khususnya bagi orang berusia di atas 50 tahun.
Prof Aru mengingatkan tentang pentingnya kewaspadaan terhadap sindrom Lynch dan sindrom poliposis MUTYH. Sindrom Lynch berasal dari mutasi gen bawaan yang menyebabkan kanker kolorektal pada 70 hingga 80 persen orang dengan mutasi tersebut.
Orang dengan sindrom Lynch sering berkembang menjadi kanker kolorektal sebelum usia 50 tahun. Mereka juga berisiko lebih tinggi terkena kanker jenis lain, terutama kanker endometrium dan kanker ovarium, tetapi juga kanker perut dan kanker usus kecil, saluran empedu, ginjal, dan ureter.
Sindrom poliposis MUTYH adalah kelainan genetik langka yang jarang menyebabkan kanker kolorektal. Hal ini disebabkan oleh mutasi genetik dari gen MUTYH. Lebih dari 50 persen orang yang memiliki sindrom ini mengembangkan kanker kolorektal mulai usia 60-an. Mereka juga berisiko lebih tinggi terkena kanker jenis lain, seperti kanker saluran pencernaan dan tulang lainnya, dan juga kanker ovarium, kandung kemih, tiroid, dan kulit.
Gejala
Prof Aru mengatakan kanker kolorektal biasanya dimulai sebagai pertumbuhan seperti kancing di permukaan lapisan usus atau dubur yang disebut polip. Saat kanker tumbuh, ia mulai menyerang dinding usus atau rektum.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga dapat diserang. Karena darah dari dinding usus dan sebagian besar rektum dibawa ke hati, kanker kolorektal dapat menyebar ke hati setelah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya. Gejala lainnya termasuk pendarahan saat buang air besar, kelelahan, dan kelemahan, serta terpapar terhadap polusi udara dan air khususnya zat karsinogen penyebab kanker.
Pengobatan
Prof Aru Sudoyo menjelaskan tentang beberapa opsi pengobatan kanker kolorektal yaitu Operasi, Kemoterapi, Terapi Radiasi, Terapi Target, dan Imunoterapi kanker kolorektal, disesuaikan dengan kondisi dan lokasi kanker kolorektal. Jika kanker kolorektal telah memasuki stadium IV dan berkembang ke banyak organ dan jaringan yang jauh, Prof Aru menjelaskan bahwa pembedahan mungkin tidak membantu memperpanjang umur seseorang. Pilihan pengobatan lain dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat menghasilkan gejala tambahan yang membuat kualitas hidup seseorang menjadi lebih buruk.
“Dalam kasus ini, orang mungkin memutuskan untuk tidak melakukan perawatan medis yang berupaya menyembuhkan kanker dan sebagai gantinya memilih perawatan paliatif untuk mencoba membuat hidup lebih nyaman. Perawatan paliatif biasanya akan melibatkan menemukan cara untuk mengelola rasa sakit dan mengurangi gejala seseorang sehingga mereka dapat hidup dengan nyaman selama mungkin,” ujar Prof Aru.
Editor : Nurul Adriyana Salbiah
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Sumber: www.jawapos.com