Gabungan Farmasi Ungkap Penyebab Cemaran EG dan DEG pada Obat Sirop

JawaPos.com–Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) berkomitmen akan melakukan pembinaan kepada para anggota. Itu agar kejadian cemaran Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada pelarut obat sirop tidak terulang.

Hal tersebut menjadi komitmen dan kedisiplinan para produsen farmasi yang menjadikan kasus gangguan ginjal akut pada anak sebagai pelajaran yang berharga. Evaluasi yang dilakukan GPFI, terjadinya cemaran EG dan DEG karena beberapa hal.

Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG dan DEG. Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan drum berlabel PG oleh supplier, namun isinya telah dicampur EG.  Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG dan DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG dan DEG pada produk jadi obat.

GPFI menegaskan, problem pencemaran sirop adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG dan DEG pada obat jadi sirop. Jadi bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi industri farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.

”Kalau dibilang ada kekurangan stok pelarut itu memang benar. Akan tetapi kami tetap menggunakan semua prosedur yang benar. Hanya saja pihak produsen lalai tidak mengidentifikasi pelarut di dalam drum adalah tercemar EG dan DEG. Hanya karena kerikil kecil saja membuat semuanya jatuh, bukan lubang yang dalam lho,” kata Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi dalam seminar di Jakarta, Selasa (20/12).

Dia menyebut, 6 industri farmasi yang kini menjadi tersangka terkait kasus gagal ginjal akut adalah korban penipuan dari supplier (pemasok) bahan pelarut obat cair. Menurut dia sejak awal, industri tidak berniat membeli EG dan DEG, melainkan bahan pelarut Propilen Glikol (PG) yang memang diperbolehkan. Namun, supplier melakukan penipuan dengan mengirimkan bahan pelarut berisi EG dan DEG.

”Isi drumnya benar PG, sertifikatnya resmi, semua pakai jalur yang benar. Hanya saja ada kelalaian tanpa mengidentifikasi lagi adanya cemaran di dalam drum. Makanya ke depannya harus ada kedisiplinan dan konsistensi,” ungkap Elfiano Rizaldi.

Hal itu terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5 persen dari ragam obat sirop yang sempat beredar yang tercemar dan hanya kurang dari 2 persen dari total obat yang beredar yang tercemar. Sedangkan >94 persen obat sirup lain layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.

Berdasar semua fakta tersebut, lanjut Elfiano Rizaldi, GPFI telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah pemerintah, dalam hal ini kementerian kesehatan. Yakni menghentikan sementara semua penjualan dan penggunaan obat sediaan sirup sebagai bentuk kehati-hatian terkait tingginya kasus AKI/GGAPA di Indonesia pada Oktober.

”GPFI turut mengimbau seluruh industri farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi kami, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirop dan melaporkan hasilnya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diverifikasi, sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktrober 2022,” ucap Elfiano Rizaldi.

Editor : Latu Ratri Mubyarsah

Reporter : Marieska Harya Virdhani

Sumber: www.jawapos.com